Sumatera
telah lama termasyhur sebagai Svarnadwipa atau Pulau Emas karena
banyaknya logam mulia yang diperdagangkan di pelabuhan-pelabuhan tua di
pulau ini. Istilah Svarnadwipa ini disebut dalam naskah-naskah dan
prasasti di India.
Berdiri di tubir pertemuan dua lempeng benua yang hiperaktif dan
dibelah patahan raksasa membuat Sumatera kerap diguncang gempa. Namun,
gejolak lempeng benua ini ternyata juga memicu munculnya berbagai
mineral berharga di Pulau Sumatera, terutama emas.
Walaupun produksi emas Sumatera telah lama
dikenal, sumber tambangnya tetap menjadi misteri hingga abad ke-20.
Beberapa penjelajah mencatat, emas di Sumatera banyak dihasilkan dari
pedalaman yang dihuni oleh manusia liar.
Emas di Sumatera baru
mulai ditambang Belanda sekitar tahun 1900, salah satunya yang tertua
adalah di Lebong, Bengkulu, yang berada di kaki Bukit Barisan. Dalam
tulisannya berjudul ”Traditional Sumatran Trade” di Bulletin de l’Ecole
française d'Extrême-Orient (1985), John N Miksic menyebutkan, pada abad
ke-18, Belanda ataupun Inggris tidak menyadari telah sangat dekat
dengan tempat yang begitu kaya dengan emas, Lebong, yang barangkali
telah diusahakan selama berabad-abad oleh masyarakat tradisional.
Walaupun
saat itu Belanda dan Inggris telah membeli emas dari masyarakat lokal,
mereka tidak tahu sumber emas di Lebong itu. William Marsden, pegawai
Inggris, menyebut dalam bukunya History of Sumatera (1783), emas itu
diduga ditambang di sekitar Benteng Marlborough di pesisir Bengkulu.
Formasi
Lebong baru diketahui Belanda pada 1890-an dan sejak itu dieksploitasi
habis-habisan. Dalam buku Mining in the Netherlands East Indies, Alex L
ter Braake menyebut, perusahaan tambang Mijnbouw Maatschappij Simau
mulai beroperasi di Lebong Tandai sejak tahun 1910 dan menuai sukses
besar.
Eksplorasi terbaru menemukan bahwa jalur emas di Sumatera
ternyata berimpit dengan garis patahan sebagaimana ditulis MJ Crow dan
TM Van Leeuwen dalam buku Sumatra: Geology, Resources and Tectonic
Evolution (2005). Proses mineralisasi emas ini disebutkan terjadi
berbarengan dengan munculnya busur magma di sepanjang Bukit Barisan.
Penunjaman
lempeng (samudra) Indo-Australia ke lempeng (benua) Eurasia telah
memicu terbentuknya busur magma di sepanjang jalur patahan itu. Di
kedalaman 150-200 kilometer, temperatur Bumi sangat panas sehingga
batuan di sekitar zona kontak dua lempeng ini meleleh. Sesuai sifat
fluida, lelehan batuan panas ini naik ke atas membentuk kantong-kantong
bubur batuan panas yang di kenal sebagai kantong magma.
Interaksi
magma dengan batuan dasar, pada tekanan tertentu, menyebabkan
terbentuknya zona ubahan pada batuan induk lava dan tufa yang kemudian
berperan sebagai batuan induk kaya mineral (host rock), termasuk emas.
Pada
akhirnya, magma ini mendesak ke atas permukaan membentuk deretan kubah
magma atau deretan gunung api di sepanjang Bukit Barisan. Pembentukan
kubah magma ini juga mendorong bebatuan dasar yang dulu di dasar
Samudra hingga ke puncak Bukit Barisan.
Terlunta....
Namun, penambangan emas di Lebong Tandai yang sudah berlangsung ratusan
tahun ternyata tak mencipta kemakmuran. Selain rel lori, peninggalan
Belanda yang tersisa hanya berupa bangunan Kamar Bola (tempat bermain
biliar) dan Rumah Kuning (rumah bordil) yang melapuk.
Lori
menjadi andalan untuk mencapai Lebong Tandai, selain berjalan kaki
sejauh 33 kilometer dari Napal Putih. Warga menyebut lori ini Molek,
akronim dari ”motor lori ekspres.” Meski namanya Molek, wujud kendaraan
ini sama sekali tak elok. Bentuknya kotak, terbuat dari kayu dengan
roda besi, berbangku kayu tanpa alas, dan bermuatan 10 penumpang.
Molek
memanfaatkan jalur lori tua peninggalan Belanda yang kondisinya rusak
di sana-sini dan beberapa jembatan nyaris roboh. Jika lancar, lama
perjalanan sekitar 3,5 jam, tetapi harus siap menginap di tengah hutan
jika mesin lori mogok, sebagaimana yang kami alami.
Desa yang
dihuni 647 jiwa ini juga hanya memiliki satu sekolah dasar. Untuk
melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi, anak-anak dari Lebong
Tandai harus keluar dari desa.
sumber:
http://sains.kompas.com/read/2012/04/24/21312355/Sumatera.Pulau.Emas.nan.Retas
No comments:
Post a Comment