Potensi rumput laut Indonesia yang sangat menjanjikan dinilai dapat
menjadi komoditi yang bisa berperan dalam pergerakan kemajuan ekonomi
nasional. Terbukti, Indonesia merupakan penguasa 50 persen pangsa pasar
produsen rumput laut jenis Euchema Cotonii.
Eucheuma cottonii merupakan rumput laut yang sebagian besar hasilnya
digunakan untuk bahan baku industri. Rumput laut Eucheuma cottonii
dibudidayakan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor dari industri
kosmetik atau farmasi.
Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), Safari Azis, pada
pembukaan Rapat Kerja Nasional ARLI di Jakarta, Senin 28 Mei 2012
mengatakan, pencapaian tersebut tak terlepas dari peran serta para
pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan pelaku usaha, dalam
membuat arah yang tepat demi perkembangan rumput laut nasional. Di
antaranya dengan melakukan perluasan organisasinya hingga ke
kabupaten/kota, terutama daerah penghasil rumput laut agar menjadi
komoditas unggulan.
Namun diakuinya, masih banyak hal yang harus dibenahi pemerintah dalam
menciptakan fondasi yang kuat menuju industrialisasi rumput laut.
Pembenahan itu dimulai dari peran ekonomi rumput laut, terkait budi
dayanya, perizinan, jalur distribusi, perdagangan luar negeri hingga
perbaikan kualitas lingkungan perairannya.
Selama ini, para petani rumput laut mengaku tengah berupaya
menyelesaikan permasalahan terkait pengurusan prosedur ekspor di
Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berwenang mengeluarkan CoLO
(certificate of Legal of Origin).
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto
menambahkan, dengan potensi yang ada, seharusnya Indonesia mampu
menjadi produsen perikanan yang mampu mengambil porsi besar dalam pasar
dunia.
Yugi memaparkan bahwa Industri rumput laut memerlukan keterkaitan erat
antara hulu dan hilir. Di sektor hulu (petani dan nelayan) dianggap
memiliki keahlian dan kemauan berproduksi tetapi menghadapi
keterbatasan dalam akses pasar dan teknologi. Sementara pada tingkat
hilir (pemilik pabrik) yang memiliki teknologi dan akses pasar
sebetulnya membutuhkan jaminan suplai bahan baku.
Dalam kaitan ini, lanjut Yugi, model klaster bisnis dinilai akan dapat
banyak membantu kelangsungan aktivitas petani rumput laut dan sekaligus
industri pengolahannya. Dengan model ini, diharapkan kemitraan dapat
dibangun melalui komunikasi dan implementasi nyata diantara pemangku
kepentingan secara sinergis dan saling menguntungkan.
ref:
http://bisnis.vivanews.com/news/read/317956-indonesia-penguasa-50--rumput-laut-dunia
No comments:
Post a Comment